Aku berjalan kearah
perkarangan BAPEL UNJA, disana aku berjalan mendekati sekumpulan mahasiswa yang
terdiri dari 4 perempuan dan 5 laki-laki. Aku berjalan sambil menyeret koperku
dan berhenti sekitar satu meter dari
mereka dan mulai menyapa salah satu dari mereka.
Ina melebarkan senyumnya kepadaku.
“yang lain mana? Dan dimana bus
kita?” aku berjalan sambil menyeret koperku, berjalan mendekat kearahnya.
“mereka sedang dibalairung, bus
kita ada di sana” ina menunjuk ke samping gedung balairung universitas Jambi.
Namaku
Riri, aku mahasiswi FKIP di Universitas Jambi. Hari ini adalah hari
keberangkatanku menuju ke lokasi KUKERTA dan mulai hari ini hingga dua bulan
kedepan aku akan menetap di tanjung jabung timur untuk melaksanakan pengabdian
kepada masyarakat. Posko ku terdiri dari sembilan laki-laki dan tujuh perempuan
dari fakultas yang berbeda-beda, dari fakultas Hukum ada dua laki-laki yaitu
bernama andre dan dimas. Dari fakultas Ekonomi ada satu perempuan yaitu bernama
ina dan tiga laki-laki yaitu farhan, fitra dan reza. Dari fakultas Peternakan
adan satu perempuan yaitu putri, dan dua laki-laki yaitu adi dan soni. Dari
fakultas Pertanian ada dua perempuan yaitu maria, ruri dan dua laki-laki yaitu
johan dan joni. Dari fakultas FKIP ada dua perempuan yaitu septi dan aku riri.
Dalam satu posko kami akan tinggal selama dua bulan, satu rumah dengan enam
belas orang yang memiliki watak, pemikiran dan sikap-sikap yang berbeda pula. Kami
memiliki semboyan di posko ini yaitu “Rambut
boleh sama hitam, tapi shamponya berbeda-beda” sebenarnya maksud dari
kalimat itu yaitu; rambut boleh sama hitam tapi hati, cara berfikir orang berbeda-beda.
Aku terbangun dari
tidurku, sambil bermalas-malasan aku melihat handphoneku jam menunjukkan pukul
7:30. Aku bergegas menuju ke arah dapur dan di dapur sudah ada putri,
maria, ina sedang membuat masing-masing
segelas susu.
“hari ini siapa yang piket” tanyaku
kepada putri, maria dan ina
“hari ini yang piket ruri” jawab
ina sambil memandang ke arah ruri yang berjalan ke arah pintu dapur.
Ruri melirik kearahku sambil
bergumam “kenapa?”
“hari ini mau masak apa?” tanyaku
kepada ruri
“masak apa aja boleh” jawab maria
sambil bercanda, dan aku hanya menanggapinya dengan senyumanku.
“masak ini aja..” ruri mengatakan
kepadaku apa saja yang harus dibeli untuk dimasak hari ini.
Setiap hari aku pergi
berbelanja untuk makanan sehari-hari maupun keperluan posko lainnya seperti
perlengkapan dapur, bohlam lampu, maupun perlengkapan lainnya. Aku menjabat
sebagai bendahara di posko ini dan bukan maksudku tidak memperbolehkan
teman-temanku yang berbelanja tetapi mereka sendiri yang tidak mau pergi untuk
berbelanja harian.
malam harinya tepat di minggu
ketiga aku, adi, dan johan duduk-duduk di ruang depan. Septi, putri, maria,
ruri dan ina sudah terlelap tidur di kamar. Andre, dimas, farhan, fitra, dan
joni entah apa yang mereka lakukan aku tidak tau malam itu yang jelas mereka
belum tidur.
aku mendengarkan johan bermain gitar sambil bernyanyi.
aku mendengarkan johan bermain gitar sambil bernyanyi.
“sekali
lagi aku mohon kepadamu kembalilah kepadaku karena takkan pernah ada yang bisa
menggantikanmu, sekali lagi aku mohon kepadamu kembalilah kepadaku karena
takkan pernah ada yang bisa menggantikanmu...”
johan memainkan gitar dengan sedikit talen yang dimilikinya tetapi dengan penuh
percaya diri bagaikan seorang musisi yang sedang bernyanyi di atas panggung dan
ditonton oleh para penggemarnya.
Aku kira lagu tersebut sudah akan
diusaikan oleh johan namun dengan santainya adi menyambung lagu yang
dinyanyikan oleh johan dengan mengulang-ulang lirik lagu tersebut.
“sekali lagi aku mohon kepadamu kembalilah kepadaku karena takkan pernah
ada yang bisa menggantikanmu, sekali lagi aku mohon kepadamu kembalilah
kepadaku karena takkan pernah ada yang bisa menggantikanmu...”
Aku spontan tertawa melihat tingkah
adi tersebut, lirik lagu itu terus menerus dinyanyikanya dan johan sambil
tersenyum geli terus memainkan gitarnya mengiringi lirik lagu yang dinyanyikan
adi. Mereka bernyanyi bersama-sama dan akupun ikut bernyanyi bersama mereka
walaupun yang dinyanyikan hanya lirik tersebut yang terus kami ulang-ulang
terkadang disertai dengan tawa kecil dan entah sejak kapan tiba-tiba saja
teman-teman yang tadinya tidak jelas sedang mengerjakan apa yang mereka
kerjakanpun ikut tertawa.
Aku fikir kami akan seperti itu
setiap harinya, tertawa, bercanda ria ternyata tidak. Sampailah pada suatu hari
aku mengetahui begitu banyaknya topeng-topeng yang mereka pasang selama ini.
Hari itu aku baru pulang dari jambi bersama andre dan aku mendapatkan perlakuan
dingin dari mereka-mereka yang tinggal di posko selama aku pergi bersama andre.
selesai makan malam kami seperti biasa berkumpul untuk curhat bersama, pada saat itulah aku mengetahui penyebab dari sikap mereka terhadapku.
selesai makan malam kami seperti biasa berkumpul untuk curhat bersama, pada saat itulah aku mengetahui penyebab dari sikap mereka terhadapku.
“riri, kami semua ingin bertanya
kenapa uang jatah belanja kami dikurangi” ungkap ruri kepadaku.
Dengan santainya aku menjawab
pertanyaan ruri tersebut “maaf
sebelumnya, bukan maksud aku untuk mengurangi uang belanja teman-teman tetapi aku
merasa bahwa kita terlalu boros untuk berbelanja”
“ kemana sebenarnya uang kas kita?
Kami disini bertanya-tanya” ruri bertanya sembari mengutarakan bahwa dia
mewakili dari teman-teman yang lain. Aku tidak menyangka bahwa mereka memiliki
kecurigaan dan fikiran jelek terhadapku padahal selama ini aku mencoba
memberikan yang terbaik buat mereka dan selama itu juga mereka tidak pernah
mempercayaiku.
“apa teman-teman tidak menyadari
bahwa kita disini terlalu boros dengan semua hal yang ingin kalian beli,
masalah makanan kita aku rasa cukup dan itu juga bukan salahku. Setiap harinya
aku selalu bertanya kepada teman-teman yang piket ‘apa yang ingin dimasak hari
ini?’ jangan pernah bilang aku tidak pernah menanyakannya, aku hanya membeli
apa yang kalian minta” jawabku tegas.
“ya memang, tapi kami merasa apakah
dengan jumlah uang yang kamu batasi kita bisa berbelanja dan memasak makanan
enak. Kami selalu berfikir tidak mungkin” jawab ina kepadaku.
Aku menjelaskan sambil menunjukkan
bukti catatan pengeluaran yang ku tulis begitu rinci dan detail kemana saja
pengeluaran. Tawa, canda, rasa kebersamaan mereka selama ini adalah topeng
bagiku, tak pernah aku membayangkan akan seperti ini jadinya. Mereka semua
memiliki fikiran buruk terhadapku untunglah masih ada yang bepihak kepadaku
walaupun hanya seorang saja yaitu andre. Aku menyelesaikan perdebatan malam itu
dengan hati yang sedih dengan sikap mereka. Aku bukan pertama kali ini menjabat
sebagai bendahara, tapi aku sudah berkali-kali dan tidak sedikit banyaknya aku
memegang uang selama ini hingga ratusan juta dan itu memang bukan uangku
melainkan uang karyawisata teman-teman satu kampusku. Mereka tidak pernah
menyimpan prasangka buruk sedikitpun, sepenuhnya percaya kepadaku dan akupun
tidak pernah ada berniat untuk mengambil uang mereka.
Andre pernah berkata, dalam
pelaporan keuangan harus dirincikan serinci-rincinya biarpun hanya Rp.
50,- dia mengatakan kepadaku ‘hanya gara-gara uang orang-orang bisa
saling membunuh’
‘rambut
boleh sama hitam tapi hati orang siapa yang tahu’
kalimat itu selalu kuingat hingga pulang dari KUKERTA. Bagiku mereka bukanlah
orang-orang yang baik dan tak seharusnya dulu aku pernah menganggap mereka
teman yang baik.
No comments:
Post a Comment