Soetrisno (1992:146) struktur ekonomi
kolonial merupakan struktur ekonomi yang berorientasi, berpusat atau mengabdi
pada kepentingan negara induk atau negara penjajah. Sentralnya terdapa pada
kepentingan penduduk atau pemerintah negara induk. Timbulnya daerah jajahan
dimulai dari usaha
untuk mencari keuntungan
oleh penduduk atau usaha dagang di daerah jajahan. Bagi belanda di indonesia
adalah berdagang untuk mendapatkan rempah-rempah termasuk cengkeh,
pala-fuli,kayu manis dan lada. Namun, melihat kondisi penduduk indonesia yang
terbelakang, perdagangan tersebut meluas menjadi sifat menguasai,memerintah,
mengajar, menolong dan lain-lain berdasarkan atas kepentingan mencari
keuntungan. Ekonomi kolonial ini hanya menguntungkan pihak penjajah, indonesia
sebagai negara jajahan memberikan sumbangan sebesar 8% dari pendapatan nasional
negeri belanda (ISEI, 2005:17)
1. Cultuurstelsel di Luar Jawa
Cultuurstelsel dilakukan juga di beberapa
tempat di luar Jawa, meskipun dalam ukuran yang lebih kecil.
-
Minahasa
sejak 1822 telah diselenggarakan cultuurstelsel untuk kopi. Sistem ini
baru dihapus pada 1899.
-
Selain itu di
Sumatra Barat sejak 1847 (seusai Perang Padri) juga diadakan cultuurstelsel
untuk kopi yang baru dihapus pada 1908.
-
Di Madura terdapat
pula cultuurstelsel untuk tembakau.
-
Selain itu cultuurstelsel
juga masih tetap berlangsung di Maluku (dari masa VOC), yaitu cengkeh di
kepulauan Ambon dan pala di kepulauan Banda. Bentuk ini baru dihapuskan 1860. Dengan
dipimpin oleh para pemimpin tradisional di desa (para "kepala walak")
Sebab-sebab kegagalan culturstelse:
-
Adalah habisnya lahan pertanian
hingga tidak bisa diadakan ekspansi terus-menerus.
-
Adalah penyakit tanaman kopi yang sulit diatasi.
-
Adalah Perang
Aceh yang berlangsung sangat lama dan membutuhkan perhatian penuh dari pihak
Belanda. Keempat adalah cara-cara pengelolaan yang kurang baik.
saat penghapusan (1899) hanya mencapai sekitar 6000
pikul).
2.
Kaitan Cultuurstelsel dengan Masyarakat
Dampak cultuurstelsel pada masyarakat Jawa.
Semua peneliti mutakhir sepakat bahwa sistem ini tidak bermoral, tidak
manusiawi dan tidak dapat dibenarkan. Dalam hal ini harus dibedakan antara
sistem itu sendiri (yang dianggap tidak dapat dibenarkan), dan dampaknya pada
masyarakat. Para penelitian belum sampai pada kala sepakat mengenai masalah
kedua itu. Pada satu pihak ada pendapat, bahwa sistem ini paling kurang
bermanfaat karena menyebabkan ekonomi uang masuk ke desa. Tetapi penelitian
mengenai sistem ekonomi masa VOC tersebut di atas menunjukkan bahwa proses
moneterisasi sesungguhnya telah muncul dalam masyarakat Jawa dalam masa VOC
(Houben, 1993). Dan kemungkinan besar sebelumnya juga telah beredar berbagai
macam uang dalam masyarakat itu.
No comments:
Post a Comment