Ekonomi sangat berpengaruh dengan politik, hal ini terjadi ketika zaman kolonialisme dimana keadaan ekonomi Indonesia pada tahun 1830an menganut system etatisme dan keadaan politik yang mempengaruhinya adalah keadaan politik autokrasi.
- System ekonomi etatisme adalah suatu paham dalam pemikiran politik yang menjadikan Negara sebagai pusat kekuasaan. Sedangkan system politik autokrasi adalah sebuah bentuk kebijakan yang berpusat kepada pemimpin. Involusi pertanian dan kemiskinan bersama, sebuah judul untuk menjelaskan perekonomian di Indonesia, dua jalur argument yang digunakan adalah argument ekologis yang menyangkut sawah, dan yang kedua adalah argument ekonomi ganda (sector asing dan sector pribumi). Dalam pengembangan argument ekologis, Indonesia pada pemerintahan kolonial dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Indonesia dalam (jawa, bali dan Lombok) dan Indonesia luar (semua pulau selain jawa, bali dan Lombok). Kedua wilayah ini jelas berbeda dari segi kepadatan penduduk, penggunaan tanah, produktivitas penggunaan tanah. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan ekosistem yang terlihat dari bentuk produksi pertanian, yaitu system sawah di “Indonesia dalam” dan system lading “Indonesia dalam”.
- Proses ekonomi ganda, berlangsung secara terus menerus seiring degnan perkembangan pemerintah colonial pada masa itu. Argument tentang ekonomi ganda dapat dilihat dari sector eksport dan eksport domestic yang merupakan cirri pokok perekonomian tersebut
Geerts membagi sejarah penjajahan dijawa ke dalam tiga periode kemudian dibagi dalam tahap perkembangannya.
1. Masa VOC (abad XVII-XVIII)
2. Masa tanam paksa (1830-1870)
3. Masa system perkebunan swasta (1870-1941)
Pada masa periode tanam paksa ekonomi ganda mulai berjalan dengan sangat efektif yang akhirnya mengakibatkan timbulnya ekonomi ganda. Akan tetapi puncak kejayaan ekonomi ganda dapat di rasakan pada masa system perkebunan swasta.
Periode tanam paksa dari politik pemerintahan colonial yang memaksa paraa petani jawa untuk menyewakan tanahnya dengan durasi jangka panjang dan mempekerjakan petani jawa dengan upah/ gaji yang rendah. Dalam bidang ekonomi konsep involusi ini menununjukan suatu pola perubahan teknis dimana produksi pertanian ditingkatkan hanya dengan jalan meningkatkan masukan tenaga kerja ke dalam setiap bidang persawahan.
Setelah ditetapkannya undang-undang agrarian colonial resmi diberlakukakn tahun 1870 dan dengan begitu sisitem tanam paksa berangsur-angsur berkurang, pengendalian system eksport dalam ekonomi ganda berganti tangan dari pemerintahan colonial kepada perusahaan swasta. Dengan begitu dapat dilihat pula ada pembagian tanah yang diberikan kepada para petani jawa. Dibawah tekanan jumlah yang semakin banyak dan sumber daya yang terbatas masyarakat jawa tidak terbagi atas dua golongan, yaitu golongsan tuan tanah besar dan golongan setengah budak yang tertindas, tetapi menjadi satu golongan yaitu golongan homogenitas sebagai kemiskinan bersama dalam social dan ekonomi.
Perkembangan perekonomian pasca masa tanam paksa mendorong perembesan ekonomi uang ke masyarakat desa. Dengan demikian keadaan pemilik tanah sedikit banyak mulai berubah. Dan pendistribusian hasil pertanian cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di setiap masing-masing daerah.
Perdagangan
Dalam hal perdagangan dengan menghadapi kekuatan eropa yang sedang tumbuh, belanda melakukan beberapa perubahan dalam usaha untuk mempertahankan daerah-daerah kekuasaannya. Jalur uap pada tahun 1852 merupakan salah satu perubahan untuk membawa hasil pertanian dalam hal perdagangan antar pulau hingga wilayah hindia belanda. Keuntungan yang dapat diambil oleh pemerintah belanda adalah hal administrative atau sekarang yang dinamakan pajak.
Meanisme-mekanisme pengalihan perdagangan yang langsung diperlukan untuk mereorientasikan perdagangan pulau-pulau “luar jawa” yang jauh dari singapura dan penang. Mekanisme yang dijalankan adalah kontrak surat perdagangan. Strategi pengalihan perdagangan ini telah memadukan keberhasilan-keberhasilan Indonesia di bagian timur. Banyak pelabuhan-pelabuhan yang dibangun oleh belanda, bahkan pemerintah belanda telah membuka terusan suez untuk memperlancar mekanisme perdagangan baik daari jawa ke pulau luar jawa hingga hindia belanda. Pada tahun 1920’an belanda telah mengalihkan perdagangan dipulau-pulau luar jawa kedalam mekanisme perdagangannya. Sebuah jaringan pelayaran laut dalam dan anatar pulau yang terintegrasi terfokus pada keempat pusat pelabuhan laut dalam yang infrastuktur dan prosedur umumnya dirancang ntuk memfasilitasi pengeapalan transito, hal tersebut memperoleh banyak dukungan dari perseroan-perseroan dagang, bank-bank dan perusahaan asuransi. (nagazumi 1986:41-44)
Prestasi control atas perdagangan asing pulau-pulau “luar jawa” tidak berarti bahwa hindia belanda merupakan sebuh ekonomi terintegrasi. Perdagangan pulau-pulau yang terpisah masih diorientasikan kedunia luar dan sangat sedikit yang ditujukan untuk antar pulau di Indonesia.
Hal ini terjadi karena ekonomi local masih ditujukan untuk subsistensi dan hanya terdapat sedikit penduduk kota, perdagangan intern terpampang kearrah bahan-bahan pokok seperti padi, gula,garam, dan tekstil. Salah satu indicator rendahnya tingkat integrasi jawa dengan pulau-pulau “luar jawa” adalah nilai perdagangan antar pulau dibandingkan dengan perdagangan asing. statistic perdagangan dapat dilihat dari tahun 1914, pada saat seluruh kepulauan jawa kecuali timur portugis telah diletakan dibawah kendali belanda.
Intensifikasi hubungan dagan antara pulau jawa dengan pulau-pulau lain menunggu kebijakan industry yang akan melindungi industry-industri manufaktur yang berdasar dijawa terhadap persaingan internasional.
Tahap berikutnya dalam integrasi kepulauan ditunda sampai awal tahun 1930’an sebagai salah satu akibaat depresi dunia. Krisis kapitalisme ini merusak kelangsungan hidup ekonomi akspor dan impor kolonila dan mempertanyakan kembali asumsi-asumsi laissez-faire yang telah diletakan sejak 1870an.
No comments:
Post a Comment